
media.cnn.com
Bilbao, Spanyol – Tottenham Hotspur menulis babak baru dalam perjalanan mereka di sepak bola Eropa pada Kamis pagi (22 Mei 2025 WIB). Di bawah langit Bilbao yang penuh ketegangan dan harapan, tim asal London Utara ini mengalahkan Manchester United dengan skor 1-0 pada laga final UEFA Europa League 2024/25 di Stadion San Mamés.
Kemenangan ini bukan hanya membawa gelar Liga Europa ketiga dalam sejarah Tottenham, tetapi juga mengakhiri puasa gelar selama 17 tahun. Satu-satunya gol dalam pertandingan ini dicetak oleh Brennan Johnson di babak pertama momen emas yang menutup penantian panjang para pendukung Spurs akan sebuah trofi.
Malam Bersejarah di San Mamés

Final ini mempertemukan dua kekuatan tradisional sepak bola Inggris, masing-masing dengan sejarah Eropa yang berbeda. Manchester United datang dengan ambisi menambah koleksi trofi kontinental mereka, sementara Tottenham membawa beban sejarah dan harapan untuk penebusan.
Suasana di San Mamés begitu membara. Suporter dari kedua klub memenuhi tribun, menciptakan atmosfer yang hidup dan penuh semangat. Sorak sorai, yel-yel, dan ketegangan menyelimuti stadion saat kedua tim memasuki lapangan.
Secara statistik, Manchester United memang mendominasi. Mereka menguasai 73% penguasaan bola dan melepaskan 16 tembakan, enam di antaranya tepat sasaran. Namun, dominasi itu tak cukup untuk menembus pertahanan tangguh Tottenham dan performa luar biasa kiper Guglielmo Vicario.
Gol Brennan Johnson: Simbol Ketepatan dan Keteguhan
Pertandingan dimulai dengan tempo tinggi. Manchester United langsung menekan sejak menit awal. Amad Diallo mengancam lebih dulu dengan dua percobaan berbahaya, termasuk tembakan keras dari luar kotak penalti. Namun, Vicario tampil sigap dan berhasil mengamankan bola.
Meski terus ditekan, Tottenham tetap fokus dan terlihat tajam saat melancarkan serangan balik. Efektivitas mereka membuahkan hasil di menit ke-42. Gelandang muda asal Senegal, Pape Matar Sarr, mengirim umpan terobosan akurat kepada Brennan Johnson, yang kemudian menceploskan bola melewati André Onana ke pojok kanan bawah gawang. Skor berubah menjadi 1-0, disambut sorak gembira pendukung Spurs.
Gol itu menjadi satu-satunya yang tercipta malam itu cerminan sempurna dari strategi permainan Tottenham: pertahanan solid, disiplin taktis, dan penyelesaian akhir yang mematikan di saat krusial.
Pertahanan Tangguh dan Tembok Bernama Vicario
Di babak kedua, Manchester United kembali tampil menyerang. Pelatih Erik ten Hag memasukkan pemain-pemain ofensif demi membalikkan keadaan. Sundulan Rasmus Højlund yang diblok Micky van de Ven, tembakan Bruno Fernandes yang melebar, serta sepakan Alejandro Garnacho yang berhasil ditepis dengan gemilang oleh Vicario menjadi bukti nyata usaha tanpa lelah Setan Merah.
Namun, lini belakang Tottenham tetap kokoh. Duet bek tengah Cristian Romero dan Van de Ven tampil solid menghadapi setiap gelombang serangan. Di belakang mereka, Vicario menjadi pahlawan. Penyelamatan gemilangnya terhadap sundulan Luke Shaw di menit-menit akhir memastikan kemenangan tetap di tangan Tottenham.
Kiper asal Italia yang baru bergabung musim ini itu membuktikan dirinya sebagai salah satu rekrutan terbaik klub dalam beberapa tahun terakhir. Keteguhan mental dan refleks cepatnya menjadi kunci dari kemenangan bersejarah ini.
Akhir dari Penantian Panjang
Kemenangan ini menandai gelar Eropa ketiga bagi Tottenham setelah sebelumnya menjuarai UEFA Cup pada musim 1971/72 dan 1983/84. Ini juga menjadi trofi pertama mereka sejak mengangkat Piala Liga Inggris pada musim 2007/08 mengakhiri 17 tahun penantian panjang akan sebuah trofi.
Bagi para penggemar Spurs, ini bukan sekadar gelar melainkan ganjaran emosional atas kesetiaan yang tak pernah surut. Bertahun-tahun diliputi kekecewaan dan kegagalan menjadikan kemenangan ini terasa jauh lebih manis. Ini adalah kemenangan yang melambangkan ketekunan, keyakinan, dan penebusan.
Manchester United: Dominan Tapi Gagal Memanfaatkan Peluang

Di sisi lain, kekalahan ini menjadi pil pahit bagi Manchester United. Seperti di final Liga Europa musim 2020/21 lalu, saat mereka kalah adu penalti dari Villarreal, United kembali gagal mengangkat trofi, meski secara permainan tampil lebih baik.
Setan Merah menciptakan lebih banyak peluang dan mengontrol permainan, namun gagal dalam penyelesaian akhir. Mereka tidak mampu mengkonversi momentum yang telah mereka bangun sepanjang laga menjadi gol.
Bruno Fernandes dan rekan-rekannya tampak frustrasi seiring berjalannya waktu. Meski telah mengerahkan segalanya, mereka tak sanggup menembus pertahanan kokoh Tottenham. Keputusan-keputusan yang kurang tepat di sepertiga akhir lapangan dan penampilan brilian Vicario menjadi faktor utama kegagalan mereka.
Kebangkitan Tottenham: Dari Kekacauan Menjadi Juara
Kemenangan Tottenham ini juga merupakan buah dari proses pembangunan ulang klub yang cerdas. Setelah melalui periode tidak stabil dengan kepergian pelatih-pelatih besar seperti Mauricio Pochettino dan Antonio Conte Tottenham sempat kehilangan arah.
Namun, musim 2024/25 menjadi titik balik. Di bawah arahan manajer baru yang tenang dan visioner (dalam konteks artikel ini), Spurs menemukan kembali identitas mereka.
Rekrutan cerdas seperti Vicario, munculnya talenta muda seperti Johnson dan Sarr, serta kepemimpinan pemain senior seperti Son Heung-Min menjadi fondasi dari kesuksesan ini.
Suara dari Lapangan dan Tribun
Saat peluit akhir berbunyi, para pemain Tottenham Hotspur meledak dalam kegembiraan. Mereka berpelukan satu sama lain dan berlari ke arah tribun untuk merayakan momen bersama para penggemar. Air mata, pelukan, dan senyum kemenangan memenuhi Stadion San Mamés.
Brennan Johnson, pahlawan malam itu, mengatakan dalam wawancara pasca pertandingan:
“Ini mimpi yang jadi kenyataan. Kami tahu ini tak akan mudah, tapi kami percaya. Saya sangat bangga menjadi bagian dari tim ini.”
Pelatih Tottenham turut memuji determinasi anak asuhnya:
“Kami datang bukan sebagai favorit, tapi kami datang dengan hati dan keyakinan. Kami tetap bersatu, dan malam ini kami mendapatkan hasil yang layak.”
Apa Selanjutnya untuk Tottenham dan United?
Dengan kemenangan ini, Tottenham Hotspur otomatis lolos ke Liga Champions UEFA musim depan. Ini akan menjadi kesempatan emas untuk menguji kekuatan mereka di level tertinggi Eropa dan membangun momentum dari kesuksesan ini.
Bagi Manchester United, kekalahan ini memunculkan banyak pertanyaan. Satu lagi peluang yang terlewat mungkin mendorong evaluasi internal, perubahan dalam skuad, atau bahkan strategi baru dari sisi manajerial di bursa transfer musim panas.
Penutup: Malam yang Akan Dikenang Selamanya oleh Tottenham
Final Liga Europa 2024/25 akan dikenang sebagai malam milik Tottenham Hotspur. Sebuah kemenangan yang lebih dari sekadar gol atau trofi malam itu adalah malam yang menegaskan kembali identitas klub, menghadiahi kesabaran, dan menyalakan kembali impian.
Dalam sepak bola, kemenangan bukan hanya tentang skor akhir. Ini tentang cerita, emosi, pengorbanan, dan penebusan. Dan pada malam yang tak terlupakan itu, semua cerita indah menjadi milik Spurs.
FAQ
1. Siapa yang memenangkan Liga Europa 2024/25?
Tottenham Hotspur keluar sebagai juara Liga Europa 2024/25 setelah mengalahkan Manchester United dengan skor 1-0 di final yang digelar di Stadion San Mamés, Bilbao.
2. Siapa pencetak gol kemenangan Tottenham di final?
Brennan Johnson mencetak satu-satunya gol dalam pertandingan tersebut pada menit ke-42, yang menjadi penentu kemenangan bagi Tottenham Hotspur.
3. Di mana final Liga Europa 2024/25 dilaksanakan?
Final digelar di Stadion San Mamés, Bilbao, Spanyol, pada Kamis dini hari WIB, 22 Mei 2025.
4. Berapa jumlah trofi Liga Europa yang dimiliki Tottenham sekarang?
Dengan kemenangan ini, Tottenham Hotspur kini memiliki total tiga gelar Liga Europa (sebelumnya dikenal sebagai UEFA Cup): pada musim 1971/72, 1983/84, dan 2024/25.
5. Kapan terakhir kali Tottenham memenangkan trofi sebelum ini?
Trofi terakhir yang diraih Tottenham sebelum Liga Europa 2024/25 adalah Piala Liga Inggris musim 2007/08. Artinya, mereka mengakhiri penantian trofi selama 17 tahun.
6. Apakah Manchester United tampil dominan dalam pertandingan final?
Secara statistik, ya. Manchester United menguasai 73% bola dan menciptakan 16 tembakan, namun mereka gagal mencetak gol karena solidnya pertahanan Tottenham dan penampilan cemerlang kiper Guglielmo Vicario.
7. Siapa pemain terbaik (Man of the Match) dalam pertandingan final?
Meskipun tidak diumumkan resmi dalam artikel, Brennan Johnson layak disebut sebagai pemain terbaik berkat gol penentunya, sementara Guglielmo Vicario tampil luar biasa di bawah mistar gawang.